Sabtu, 15 Juni 2013

KASUS L/C (letter of Creadit)



Kasus pembobolan bank BNI menjadi isu yang mengejutkan masyarakat Indonesia di akhir tahun 2003, dimana bank BNI mengalami kerugian sebesar Rp 1,7 triliun yang diduga terjadi karena adanya transaksi ekspor fiktif melalui surat Letter of Creadit (di singkat L/C). kasus ini menjadi fenomenal karena selain merugikan keuangan Bank BNI tetapi juga berimbas pada keuangan Negara secara makro.

Profil  Bank BNI
Bank BNI didirikan pada tahun 1946. Perusahaan public ini mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Bank BNI merupakan bank terbesar nomor 3 di Indonesia setelah Bank Mandiri da BCA dengan total asset pada tahun 2003 sebesar IDR. 131,49 triliun.
Visi : Menjadi Bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja
Misi : Memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus pada segmen pasar korporasi, komersialdan konsumer.

RINGKASAN KASUS
Awal terbongkarnya kasus menghebohkan ini tatkala BNI melakukan audit internal pada bulan agustus 2003. Dari audit itu diketahui bahwa pada posisi euro yang gila – gila besarnya, senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di Indonesia terbesar dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan Negara bakal rugi lebih dari satu triliun rupiah.
Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut:
·         Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 20003
·         Opening bank    : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corpdan Middle East Bank Kenya Ltd.
·         Total nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 triliyun
·         Beneficiary/penerimaan L/C : 11 perusahaan di bawah Gramarindo Group dan 2 perusahaan dibawah Petindo Group
·         Barang ekspor : pasir kuarsa dan minyak residu
·         Tujuan ekspor : congo dan Kenya
·         Skim : usance L/C

KRONOLOGI
  1.      Bank BNI cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan issuing bank: Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, the wall street banking corp, dan middle east bank Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan koresponden langsung dengan sebagian bank tersebut diatas, mereka memakai bank mediator yaitu American express bank dan standart chartered bank  
  2.      Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas L/C – L/C tersebut diatas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo Group menerima Rp. 1,6 triliun dan Petindo Group menerima Rp. 105 M.
  3.      Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, opening bank tidak bisa membayar kepada BNI dan nasabah pun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya.
  4.      Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
  5.      Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp. 542 M, sisanya (Rp. 1,2 T) merupakan potensi kerugian BNI.
Dalam menanggapi kasus ini menajemen Bank BNI mengataklan bahwa tidak ada ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian (potential losses). Pertanyaan – pertanyaan adalah apakah mengkin kerugian sebesar itu terjadi tanpa ekspor fiktif? Minimnya informasi mengenai system pembayaran perdagangan internasional melalui letter of credit (L/C) menimbulkan semakin banyaknya pertanyaan mengenai kasus pembobolan bank BNI

 sumber
http://lilis-rosdiana.blogspot.com/2012/03/contoh-kasus-letter-of-credit.html